Oleh: Muhammad Farid
(editor buku "Sejarah Banda Naira", karya Des Alwi)

Dengar nama Banda, pasti agak asing buat kebanyakan orang, soalnya kata Banda sering dikaitkan dengan Banda Aceh, ujung Barat republik ini yang beberapa tahun lalu dapat cobaan Tsunami. Tapi banyak orang pasti ngerenyitkan dahi waktu dengar nama Banda Naira. Dimana sih letaknya? Itu pertanyaan yang sering muncul, yang kadang-kadang bikin kita pusing 7 keliling bagaimana cara nunjukinnya, karena di peta terlalu kecil alias cuma satu titik. Buat orang Banda pastinya tau dong, tapi yang bukan orang Banda, wajarlah....walaupun sebenarnya itu menunjukkan minimnya wawasan ke-nusantara-an kita, betul?

Sebagian orang baru mengenal Banda kalo kita sebutin bersamaan dengan tokoh-tokoh penting seperti; Bung Hatta, Sjahrir, Iwa K., Dr.Tjipto, untuk menyebut beberapa diantara tokoh-tokoh pendiri Republik Indonesia yang pernah "dibuang" disana. Ato figur Oom Des, seorang Sejarawan atau bahkan pelaku sejarah yang masih bisa kita temui saat ini. Nama-nama mereka memang terlalu "dekat" dengan Banda. Bahkan gak lengkap menyebut Banda tanpa nama dan peran mereka. Khususnya nama yang terakhir, jelas telah memberikan sumbangsih jiwa dan raga untuk "menjembatani" Banda dengan masa lalunya, masa kini, dan masa depan.

Lalu, apa arti Banda Naira? Mengapa disebut "Banda" dan mengapa pula disandingkan dengan kata "Naira"? Lalu apa artinya "Andansari", nama yang menurut banyak orang adalah nama asli kepulauan rempah-rempah itu? Mengetahui itu semua akan membuka wawasan kita tentang kedahsyatan Banda Naira dalam lintasan sejarah Nusantara.

Banda, atau yang sebenarnya merupakan reduksi kata dari "Bandar", bermakna "Kota Pelabuhan", diduga kuat berasal dari bahasa melayu kuno, yang makna itu sekaligus menjelaskan eksistensi wilayah kepulauan ini di masa lalu sebagai "pelabuhan" rempah-rempah dunia. Bayangin aja, sejak 600thn lalu para saudagar dari negeri tirai bambu (China) sudah berdagang di Banda, lalu diikuti Islam (dari Spanyol), dan kemudian Portugis, Spanyol, Belanda, dan Inggris. Melihat fenomena ramainya kota Banda, jelas aja, kata "Banda" harus disandingkan dengan kata "Naira", yang berasal dari kata Nayirah (bahasa Arab) atau yang artinya "bercahaya", "berkemilauan", sebab itulah banyak orang tertarik datang ke Banda.

Yang menarik dari Banda, pastinya adalah rempah-rempah yaitu Cengkeh dan Pala. Saking seringnya orang Cina dagang pala, mereka mengucapnya dengan kata Tjintieh (bahasa Cina), syzigium aromaticum untuk bahasa latin-nya. Sementara Pala lebih dikenal di dataran Eropa yang dikenal dalam bahasan latin Mauristica Fragrans.

Perpaduan asal kata "Banda", yang dari melayu, dan "Nayirah", yang impor Arab, menegaskan persinggungan budaya lokal dan asing yang begitu intens terjadi dari dulu sampai sekarang. Bukan hanya itu, nama-nama desa, dan jalan-jalan di Banda sampai saat ini masih ada yang menggunakan nama import, seperti Papenberg (jerman/belanda), Selamon (arab), Run (inggris), jalan Eldorado (Portugis/Spanyol). Atau istilah perk untuk tempat-tempat tertentu, yang sebenarnya merujuk pada lokasi perk/perkebunan pala milik penjajah Belanda. Walhasil, Banda bukan hanya kaya akan rempah, tapi juga sangat kaya akan bahasa.
Bersambung.......

1 comments:

Anonymous said...

bat, pane dimana skarang ? apa tempo trong makang bakasang dengan pala trus kas licing deng sarbat campor biskoet ....
co kasi info2 banda terkini ka...
ex : bgm kbar parhouven, aptmpo perluasan kuburan?
atw mngkali pane kapinging pasang sto tampa ka bat, nanti beta kas tau di tete yu...
Mbin... abangku Yth, salam dari Adinda Jo'e

SAIL BANDA 2010

Serba-Serbi Banda Naira