Cekungan (Laut) Banda secara tektonik kompleks dan pemikiran-pemikiran tentang kejadiannya telah menyebabkan perdebatan yang lama di antara para ahli yang pernah menelitinya. Beberapa konsepnya seperti berikut ini.

Laut Banda mempunyai batuan dasar kerak samudera. Aliran bahang (heat flow) yang rendah dan kedalaman batuan dasarnya yang lebih daripada 4500 meter mendukung argumen bahwa kerak samudera Banda merupakan kerak tua (Mesozoik – awal Tersier) yang sekarang terperangkap terkurung oleh busur volkanik dan non-volkanik Busur Banda) (Lapouille et al., 1986 : Age and origin of the seafloor of the Banda Sea, Eastern Indonesia : Oceanological Acta, 8, pp. 379–389). Hipotesis kerak samudera berumur Mesozoikum yang terkurung atau terperangkap oleh pembusuran Busur Banda harus dibuktikan oleh peneraan umur kerak samudera ini – yaitu mesti berumur tua. Masalahnya adalah, terdapat kontroversi soal umur ini.

Hipotesis “Banda tua” ditantang oleh Honthaas et al. (1998 : A Neogene back-arc origin for the Banda Sea basins: geochemical and geochronological constraints from the Banda ridges, East Indonesia, Tectonophysics, 298, pp. 297–317) yang berdasarkan contoh batuan backarc basalt dari singkapan gawir sesar pada batuan dasar Banda Utara menghasilkan umur 9.4–7.3 Ma (Miosen Akhir). Berdasarkan dredged samples (contoh batuan hasil pengerukan dasar laut) dari Lucipara dan punggungan bawahlaut Nieuwerkerk Emperor of China dan pulau-pulau volkanik di Laut Banda, ditemukan bahwa kerak Banda berumur Miosen Akhir - Pliosen Awal. Contoh batuan ini berupa backarc basalt dan andesit yang mengandung kordierit dan silimanit. Hadirnya kordierit dan silimanit sebagai xenocrysts, dan secara petrokimia punya kandungan Sr tinggi dan Nd rendah mengindikasi bahwa batuan volcanik terbentuk oleh penerobosan kerak kontinen.

Hasil ini telah menggiring Honthaas et al. (1998) menafsirkan bahwa Punggungan Banda, yaitu wilayah-wilayah tinggi di Laut Banda sebagaikerak kontinen yang dulunya berasal dari tepi Sulawesi kemudian pindah ke posisinya sekarang oleh pemekaran dalam-busur (intra-arc spreading). Fragmen benua ini bergerak menjauh sampai ke selatan Banda oleh proses “diffuse spreading” dan pemekaran dalam-busur yang terjadi berulang-ulang selama Mio-Pliosen.

Sebuah kompleks busur volkanik kemudian berkembang di sisi selatan fragmen benua ini. Berdasarkan model ini, maka pulau-pulau volkanik di Nusa Tenggara Timur (Busur Sunda bagian timur atau Busur Banda bagian barat) dari Pantar ke Damar merupakan pulau-pulau gunungapi yang menumpang di atas kerak kontinen. Segmen Wetar dan Punggungan Lucipara, yang masing-masing berposisi di selatan dan utara Banda Selatan, merupakan single volcanic arc berumur 8-7 Ma yang dibentuk oleh subduksi kerak samudera Hindia di bawah kerak kontinen dengan sudut Wadati-Benioff yang curam.

Laut Banda saat ini adalah produk pemekaran Cekungan Banda Selatan oleh proses intra-arc opening pada 6.5-3.5 Ma yang memisahkan Segmen Wetar dan Punggungan Lucipara. Proses pemekaran terhenti pada sekitar 3 Ma karena terjadinya benturan busur-benua di sebelah Wetar (Australia vs Timor) dan utara Punggungan Lucipara (Kepala Burung vs Seram).

Namun, umur muda Banda ini bertentangan dengan kenyataan kedalaman Laut Banda yang sangat dalam (sekitar 5000 meter). Sebuah kerak yang muda dikatakan tak mungkin sedalam itu. Meskipun demikian, para pembela “young age Banda Sea, punya jawaban atas sanggahan ini. Misalnya Hinschberger et al. (2001 : Magnetic lineations constraints for the back-arc opening of the Late Neogene south Banda Basin, eastern Indonesia, Tectonophysics, pp. 333, 47–59) menawarkan tiga mekanisme yang menyebabkan Laut Banda dalam meskipun muda, yaitu : (1) rapid thermal subsidence karena hilangnya panas di sebuah cekungan yang kecil, (2) tectonic subsidence akibat compressive tectonic setting di sekelilingnya (model kompensasi isostatik), dan (3) induced tectonic subsidence akibat drag stress oleh dua kerak samudera (slab) yang menunjam di bawah Banda (yaitu slab Banda dan Seram) yang berkonvergen di bawah Banda. Argumen nomor 3 a.l. didukung oleh Hill (2005 : Tectonics and regional structure of Seram and the Banda Arc, Indonesian Petroleum Association Newsletter, July 2005, pp. 16-28).

Teori tentang asal Laut Banda terakhir diusulkan oleh Harris (2006 : Rise and fall of the eastern great Indonesian arc recorded by assembly, dispersion and accretion of the Banda terrane, Timor, Gondwana Research, 10, pp. 207-231) yang menulis bahwa Laut Banda pada mulanya berhubungan dengan subduction rollback (pencuraman bidang subduksi oleh perlambatan gerak penunjaman) kerak samudera tua Lempeng Australia/Hindia. Bagian atas lempeng ini mengalami pemekaran (suprasubduction zone seafloor spreading) membentuk Cekungan Laut Banda Sea. Kemudian, oleh gerak mundurnya palung, menyebabkan bagian Banda Terrane yang paling selatan berbenturan dengan tepi benua Australia. Dalam proses benturan ini, Banda collisional terrane terlipat, lepas (detached), dan terangkat. Saat ini, bagian paling selatan Banda Terrane membentuk tumpukan sesar naik bersudut landai (thrust sheet) yang alokton (berasal dari tempat lain) serta berposisi sebagai tepi struktur jalur lipatan dan sesar Timor fold. Ketika benturan terus berjalan, tepi struktur ini melebar sehingga batas lempeng Australia terlokalisasi di posisi belakang busur yang secara termal melemah oleh penunjaman kerak samudera Laut Banda bagian selatan di bawah Busur Banda. Penutupan Cekungan Laut Banda oleh pembusuran dan benturan di sekelilingnya telah menyebabkan bagian-bagian alokton Banda Terrane berbenturan dengan fragmen-fragmen autokton (asli di tempat itu) Banda Terrane yang terdapat di kerak Banda, lalu akhirnya berbenturan kembali dengan Sulawesi, tempat asal sebenarnya fragmen-fragmen ini pada 50 Ma.

Demikian beberapa kompleksitas pemikiran-pemikiran yang berkembang soal asal Laut Banda. Meskipun kompleks, sangat menarik mengikutinya. Para ahli kita pun (Indonesia) turut terlibat dalam paper-paper yang saya kutip di atas, sebagai anggota tim tektonik dan survey geomarin baik dari Prancis, Jepang, Amerika, maupun Indonesia sendiri. Beberapa nama misalnya : Hardi Prasetyo, Ade Kadarusman, Safri Burhanuddin. Banyak mata dunia tertuju ke Laut Banda – sebuah kompleksitas tektonik luar biasa yang tersembunyi di balik birunya Laut Banda “yang teduh tanda dalam”.

Cerita lebih lanjut tentang Laut Banda ini dan pengurungannya oleh Busur Banda serta semua jalur benturan di Indonesia bisa diikuti di publikasi saya dan rekan-rekan yang saya presentasikan di Joint Convention PIT IAGI-HAGI-IATMI 2007 Bali (Satyana et al., 2007 : Collisional Orogens in Indonesia : Origin, Anatomy, and Nature of Deformation, CD Proceedings PIT IAGI). Versi asli paper ini panjang (64 halaman) meramu 123 publikasi dan mengemukakan beberapa konsep baru dalam collision tectonics. Indonesia adalah wilayah konvergensi tiga lempeng besar. Suatu konvergensi lempeng, mau tak mau, berimplikasi kepada benturan antar terrane tektonik. Maka, haruslah ada penelitian tentang tektonik benturan tersebut. Paper ini hanyalah suatu usaha awal ke arah itu (source)

0 comments:

SAIL BANDA 2010

Serba-Serbi Banda Naira